Torurial

Rabu, 12 Desember 2012

Wisata Budaya Lesung Batu


 Lesung Batu Desa Pontak   

Lesung batu kebanyakan ditemukan di Minahasa bagian selatan. Benda ini terbuat dari batu tunggal (monolith), dalam beberapa macam bentuknya. Salah satu lesung batu dari Minahasa yang menarik adalah yang menyerupai dandang (wadah untuk menanak nasi), yaitu memiliki bentuk badan tinggi dan cekung dengan ukuran tinggi 55 cm, diameter bagian dasar 50 cm, diameter badan (bagian cekungan) 40 cm, diameter tepian 60 cm, diameter mulut lubang 20 cm, dan kedalaman lubang 30 cm.

 Lesung Batu Desa Malola

Ada pula lesung batu dari Minahasa yang berbentuk semacam itu, namun berukuran lebih tinggi dan ramping, sehingga lebih menyerupai tifa (gendang dari Indonesia bagian timur). Lesung batu yang lain ialah yang berbentuk bundar seperti bola dengan lubang di bagian atasnya. Lesung yang berbentuk semacam ini biasanya berukuran lebih kecil dari pada lesung

berbentuk dandang atau tifa. Selain itu, ada pula lesung yang berbentuk silinder yang berukuran seperti lesung berbentuk dandang. Secara keseluruhan lesung batu yang ditemukan di Minahasa berjumlah 32 buah.

Lesung batu kebanyakan ditemukan di daerah Minahasa bagian selatan yaitu di Desa Karimbow, Ranaan Baru, Pontak, Poopo, Motoling, Tonday, megalithuan Baru, Mopolo, Malola, dan Ranaan Lama di Kecamatan Motoling; serta di Desa Bitung dan Lewet di Kecamatan Tombasian, dan di Kecamatan Tenga, demikian juga di Tompaso Baru. Semuanya termasuk ke dalam Wilayah Kerja Amurang. Adapun di Wilayah Kerja Ratahan lesung batu ditemukan di Kecamatan Ratahan dan di Kecamatan Tombatu.

WISATA AGROPOLITAN MODOINDING

Modoinding

 Sebagai penghasil utama kebutuhan sayur mayur, daerah Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel layak mendapat julukan "Dapur Indonesia Timur." Karena hampir 70 persen kebutuhan sayur mayur di Sulawesi Utara di suplai dari Lembah Modoinding. Dan bukan hanya di Sulut, tetapi hasil perkebunan Modoinding dibawa keluar hingga ke provinsi lain di luar Sulut.

Daerah yang terletak di ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut dan meliputi 10 desa ini punya potensi agrowisata nan indah. Tak kalah dengan agrowisata di Ubud, Bali atau di Jawa Barat. Sayang potensi itu belum termaksimalkan oleh Pemkab Minsel.

Hampir semua desa yang ada di Modoinding menyimpan potensi wisata dengan kearifan lokal serta kekhasan alam masing-masing. Jika datang dari arah Manado, desa Mokabang akan menyambut dengan keunikan industri rumah panggung khas orang Minahasa. Di desa ini pula terdapat danau Mokabang.

Lalu ada peninggalan pra sejarah berupa batu-batu di pinggir kali Modoinding yang terdapat di desa Wulurmaatus yang bercampur dengan keasrian lahan pertanian yang hijau. Siap pula menyambut permandian air panas belerang di desa Makaaruyen yang juga terkenal dengan musik clarinetnya.

Jika datang berkunjung pada hari-hari pasar, jangan lewatkan untuk mampir di pasar tradisional orang Minahasa. Dan jangan kaget pula, jika berbagai kuliner ekstrem dijual bebas disini, sebut saja seperti daging ular, daging kodok, daging anjing, dan berbagai kuliner yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Di Modoinding juga terdapat sebuah danau yang cukup besar, Danau Moat yang menawarkan view keteduhan sebuah alam. Danau yang terletak di desa Sinisir ini merupakan sumber air utama bagi penyubur daerah Modoinding. Danau Moat juga punya air panas belerang. Tak heran Sinisir menjadi daerah yang paling subur.

Jika sudah puas menikmati keteduhan di Danau Moat, lanjutkan perjalanan ke desa tertinggi di Sulawesi Utara, desa Kekenturan yang punya Bukit Doluoong. Dari ketinggian bukit ini kita dapat melihat dengan lapang lembah Modoinding yang indah.

Jika dikelola dengan baik, Modoinding akan menjadi destinasi agrowisata utama di Sulawesi. Sajian lahan pertaniannya yang sangat subur, serta udara yang dingin menjadi daya tarik sendiri.

Modoinding juga terkenal dengan hasil kentangnya yang berukuran super serta sangat melimpah. Tak heran di pintu gerbang Modoinding tertulis kalimat, "Welcome to Modoinding Potato’s Farm" yang menegaskan hasil produksi kentang yang dihasilkan para petaninya.

Para pehoby foto alam, akan sangat terpuaskan ketika mengunjungi lembah Modoinding. Karena sejauh mata memandang, kiri kanan jalan tersaji hamparan lahan pertanian yang ditanami berbagai macam sayuran, seperti, tomat, wortel, jagung, daun bawang, kubis, kacang dan sebagainya.

Kesuburan lembah Modoinding tidak lepas pula dari sumbangan aktivitas vulkanis Gunung Api Soputan yang sangat dekat dengan daerah ini. Tak heran, jika Soputan sedang beraktivitas daerah ini menjadi sasaran hujan debu vulkanis.

Seliweran para pengangkut hasil perkebunan di jalanan yang membonceng hasil panen dengan sepeda motor merupakan pemandangan yang unik pula. Tak jarang mereka menawarkan sayur segar kepada para pengunjung. Sungguh Modoinding merupakan dapur indonesia timur yang indah.

WISATA SUNGAI MARUASEY



Terdapat di desa Tangkuney kecamatan Tumpaan ± 30 Km dari pusat kota Amurang.

Wisata Bukit Doa Pinaling


 Objek wisata Bukit Doa yang terletak di Desa Pinaling Kecamatan Amurang. Obyek wisata religius yang dibangun sejak 1995 itu, masih menghadirkan suasana pedesaan yang benar-benar bersahabat dengan alam. Lokasi wisata ini berjarak sekira 70 Km arah Selatan Kota Manado,dengan kendaraan roda empat, bisa ditempuh sekira 1,2 jam. Lokasi wisata ini sering dijadikan tempat untuk mengenang proses perjalanan Salib. Pengunjung akan melewati 14 titik perhentian, sebelum tiba di perhentian terakhir yakni kebangkitan Yesus. Selain itu, lokasi ini juga memiliki air terjun alam yang dikelilingi bebatuan besar. Lokasi wisata Bukit Doa memang terus dikunjungi warga, apalagi saat musim liburan baik untuk sekedar berwisata maupun beribadah

Wisata Batu Dinding

Batu Dinding Amurang


Amurang - Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel)  merupakan salah satu daerah yang menarik di Nyiur Melambai, sebutan bagi Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Selain begitu kaya akan potensi kekayaan alam, Kabupaten yang saat ini dipimpin oleh Bupati Tetty Paruntu dan Wakil Bupati Sonny Tandayu juga terdapat obyek pariwisata unggulan.

Tetapi sayangnya belum dapat dikelola secara baik oleh pemerintah Minsel, salah satunya obyek wisata alam Batu Dinding atau biasa disebut tebing kilo tiga, di  Amurang. Bagi para petualang alam bebas di Sulut tentunya sudah tidak asing lagi mendengar Batu Dinding Kilo Tiga Amurang tersebut.

Batu Dinding, setiap minggu banyak dikunjungi warga yang ingin panjat tebing. Lokasinya hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat kota Amurang.

Tebing Kilo tiga merupakan fenomena alam luar biasa, yang diambil dari nama desa terdekat Desa Kilometer Tiga, Kecamatan Amurang.  Jaraknya mudah dijangkau dengan transportasi darat. Ketinggianya 75 sampai 90 meter, kontur bebatuan sungai tertata rapih, memang ciptaan Tuhan yang dahsyat.

Menurut pemerhati lingkungan Kelompok Pecinta Alam (KPA) Cliff Hanger, Amurang Ricky Ulaan dan Melky Thomas bahwa objek wisata Tebing Kilo Tiga ini dapat berkembang asalkan pemerintah memperhatikan akses jalan.

"Fasilitas penunjang di antaranya peralatan panjat tebing. Kalau ini dilakukan bukan tida mungkin objek wisata tersebut akan menghasilkan PAD tang besar. Sebab objek ini selain unik, dari batu kali, tersusun rapi dan berderet-deretan menjulang tinggi," ujar mereka.

Sangat disayangkan objek wisata di daerah ini belum mendapat perhatian dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), Dinas PU dan instansi terkait di Pemkab Minsel. Parahnya lagi, banyak kalangan menilai bahwa pariwisata Minsel jalan di tempat.

Selain itu, instansi terkait ini belum berbuat banyak mensosialisasikan potensi wisata yang ada di minsel kepada beberapa daerah maju bahkan di mancanegara minim sosialisasi akan potensi pariwisata di Minsel yang cukup menjanjikan.

"Jangankan mensosialisasikan potensi wisata di Minsel, pembangunan serta penataan objek wisata belum maksimal dan masih tertinggal dengan daerah lainnya di Sulut," tukas mereka.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Minsel Ventje Igir, hanya berkilah, minimnya anggaran menjadi salah satu penghambat. Selain itu, objek wisata terbentur kepemilikan lahan yang di komplain milik warga.

Pantai Moinit Amurang

Pantai Moinit

 Amurang – Objek Wisata Pantai Moinit terletak di sebelah selatan Kabupaten Minahasa Selatan,  tepat berada di antara desa Teep dan desa Tawaang di Kecamatan Amurang. Dari ibukota kecamatan hanya berjarak sekitar 15 km.
Pantai Moinit banyak menyimpan keaneka-ragaman Flora dan Fauna, apalagi dengan pemandangannya sangat eksotis. Salah satu ciri khas dari lokasi ini adalah adanya sumber mata air panas yang keluar dari dalam air

Minahasa Selatan




Profil
Nama Resmi    :    Kabupaten Minahasa Selatan
Ibukota            :    Amurang
Provinsi            :    Sulawesi Utara
Batas Wilayah    :   

Utara   : Kabupaten Minahasa
Selatan : Kabupaten Bolaang Mongondow
Barat    : Laut Sulawesi
Timur    : Kabupaten Manahasa Tenggara
Luas Wilayah    :   

1.409,97 Km²
Jumlah Penduduk    :   

204.708 Jiwa
Wilayah Administrasi    :   

Kecamatan: 17, Kelurahan: 10, Desa: 146
Website    :   

(Permendagri No.66 Tahun 2011)
Sejarah

Sejalan dengan bergulirnya nuansa reformasi dan implementasi kebijakan otonomi daerah, muncul aspirasi masyarakat di berbagai daerah yang menginginkan pemekaran wilayahnya, baik propinsi maupun kabupaten/kota. Demikian pula masyarakat di Minahasa Selatan yang menginginkan pemekaran wilayahnya menjadi daerah otonom yang baru. Maksud pemekaran daerah ini pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam rentang kendali (span of control) penyelenggaraan tugas pemerintahan, pelaksanaan pembangunan serta pembinaan dan pelayanan masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah terwujudnya peningkatan pengelolaan potensi daerah secara lebih optimal, terwujudnya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, terwujudnya pengembangan kehidupan demokrasi dan peran masyarakat serta rasa keadilan dan pemerataan pembangunan. Selain itu, untuk lebih mendayagunakan pencapaian tujuan pemberian otonomi daerah yang pelaksanaannya memperhatikan potensi daerah, keanekaragaman dan kepentingan masyarakat di daerah, guna kesejahteraan masyarakat.

Aspirasi masyarakat Minahasa Selatan, secara positif disikapi dan diakomodasikan oleh Pemerintah bersama DPRD Kabupaten Minahasa. Setelah melalui kajian (seminar, diskusi, panel, dialog) dan melalui proses sesuai aturan perundangan yang berlaku, aspirasi ini disetujui oleh DPRD Kabupaten Minahasa melalui surat Nomor 170/DPRD/122/2000 tanggal 23 Maret 2000 tentang Rekomendasi Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Bupati Minahasa menyampaikan surat Kepada Ketua DPRD Kabupaten Minahasa Nomor 458/B.MIN/IX-2001 perihal Hasil Kajian Awal Pemerintah Daerah dalam Rangka Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan. Setelah melakukan pengkajian, DPRD Kabupaten Minahasa mengeluarkan persetujuan prinsip dengan surat Nomor 19 Tahun 2001 tanggal 28 September 2001 tentang Persetujuan Prinsip DPRD Kabupaten Minahasa dalam rangka Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan. Selanjutnya, Bupati Minahasa menyampaikan usulan pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan kepada Gubernur Sulawesi Utara melalui surat Nomor 530/B.Min/XI-2001 tanggal 26 November 2001. Kemudian, atas pertimbangan dan persetujuan DPRD Propinsi Sulawesi Utara yang tertuang dalam Keputusan DPRD Propinsi Sulawesi Utara Nomor 6 Tahun 2002 tentang Persetujuan Dukungan Terhadap Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon, Gubernur Sulawesi Utara menindaklanjuti usulan pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan tersebut kepada Pemerintah Pusat. Dalam proses selanjutnya di tingkat pusat, usulan pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan bersama Kota Tomohon menjadi usul inisiatif DPR-RI. Guna melengkapi data dan masukan secara empirik, Tim Komisi II DPR-RI melakukan peninjauan lapangan pada tahap awal yang selanjutnya diikuti oleh Tim Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) Pusat. Setelah melalui proses persetujuan DPR-RI, pada tanggal 27 Januari 2003, Minahasa Selatan ditetapkan sebagai salah satu daerah otonom yang baru di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003 yang mencakup 13 kecamatan. Usulan pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon diproses bersama-sama dengan 25 calon kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Untuk mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003, melalui keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.51-421 tangal 25 Juli Tahun 2003, pada tanggal 4 Agustus 2003 di gedung DPRD Kabupaten Minahasa-Tondano, Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia meresmikan Kabupaten Minahasa Selatan menjadi daerah otonom yang baru sekaligus melantik Drs. Ramoy Markus Luntungan, Pangkat/Golongan Ruang Pembina Utama Madya (IV/d), NIP. 010 076 798, sebagai Penjabat Bupati Minahasa Selatan. Konsekuensi logis dari peresmian Kabupaten Minahasa Selatan sebagai suatu daerah otonom yang diikuti oleh pelantikan Penjabat Bupati adalah merupakan awal dari dimulainya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di Kabupaten Minahasa Selatan.
Arti Logo

A. Dasar Hukum
Lambang Daerah Kabupaten Minahasa Selatan ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penetapan Lambang Daerah Kabupaten Minahasa Selatan. Lambang Daerah Kabupaten Minahasa Selatan, rancangannya dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan berdasarkan hasil sayembara. Lambang Daerah Kabupaten  Minahasa Selatan yang dimaksud  seperti   pada   Gambar  1 di bawah ini.

B. Makna, Arti dan Warna
Lambang Daerah Kabupaten Minahasa Selatan yang ditetapkan sebagaimana pada Gambar 1, dari setiap unsur, bentuk, corak dan warna mengandung makna dan arti filosofi demikian :

    Perisai, melambangkan ketahanan dan keunggulan dalam menghadapi berbagai tantangan.

    Burung Manguni, sebagai Lambang Keminaesaan dengan sifat dinamis, santun, sportif dan selalu waspada.

    Bulu Sayap Kiri dan Kanan serta Ekor, berjumlah 27 menggambarkan tanggal 27 sebagai tanggal penetapan Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan.

    Pohon Kelapa, yang terputus menggambarkan angka 1 yang berarti Bulan Januari, bulan penetapan Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan.

    Dua Kaki dan Tiga Jari, yang nampak menggenggam pita melambangkan Tahun 2003, sebagai tahun terbentuknya Kabupaten Minahasa Selatan.

    Buku di Dada Burung Manguni, melambangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Buah Cengkih, di pucuk pohon kelapa mengandung makna kekayaan alam dan kesuburan tanah Minahasa Selatan.

    Jangkar Kapal, di bawah pohon kelapa mencerminkan potensi kekayaan laut serta perdagangan.

    Ungkapan “Cita Waya Esa”, dipermukaan pita kuning yang digenggam dengan kaki burung berarti “Kita Semua Satu”.

    Warna Putih, mengandung arti ketulusan dan kesucian, kesalehan dan kedamaian, nurani dan etika.

    Warna Merah, melambangkan cinta, semangat dan keberanian

    Warna Kuning, mengandung makna kejayaan, keberhasilan, kedewasaan, berbudi luhur dan keimanan.

    Warna Hijau, mempunyai arti kesuburan, kesejahteraan, pengharapan dan kehidupan.

    Warna Biru, melambangkan kebesaran, kebenaran dan kesetiaan.

    Warna Hitam, melambangkan kekuatan, keunggulan, keabadian/ kekekalan.

    Warna Coklat, melambangkan kesuburan tanah.

Sejarah Benteng Portugis

Benteng Portugis Amurang

Begitu banyak potensi wisata di Kabupaten Minahasa Selatan Salah satunya yaitu Benteng Portugis yang terletak di jantung kota Amurang, ibu kota kabupaten Minahasa Selatan. budaya Benteng Portugis yang terletak di Kelurahan Uwuran Satu, Kecamatan Amurang, tepatnya di lokasi Pasar Amurang yang berbelakangan dengan Rumah Tahanan (Rutan) Amurang atau yang lebih dikenal dengan sapaan sindulang. tapi apa mau dikata hingga saat ini, yang tersisa dari bekas benteng besar tersebut hanya beberapa bagiannya saja. Bangunan ini diperkirakan telah berusia 198 tahun sejak tahun 1512, Menurut sejarah, bangsa Portugislah yang pertama mendarat dan membangun benteng tersebut di mulut Teluk Amurang itu, dan kemudian menyusul bangsa Spanyol mendarat di perairan Mobongo / Kawangkoan Bawah, Kecamatan Amurang Barat, serta membangun benteng yang dinamai 'New Spain'. Namun, dari kedua benteng tersebut yang tersisa hanyalah benteng Portugis di Sindulang.  Dulunya di dalam benteng yang dipersenjatai dengan meriam-meriam terutama yang menghadap ke perairan Teluk Amurang untuk menangkis serangan lawan itu, dan terdapat pula berbagai bangunan, barak, gudang dan fasilitas militer lainnya, termasuk sebuah kapel (gereja kecil). Kapel tersebut diperkirakan  berada di lokasi yang mana berdiri sebuah gereja GMIM Sentrum Syalom Amurang, dan berada tepat di bawah altar gedung gereja GMIM Sentrum. Menyusul ada pula bekas kapel di Benteng New Spain di Mobongo. Selain untuk pertahanan dan kediaman serdadu, di dalam Benteng Spanyol ini juga berada kapel yang kini telah ditempati gedung gereja GMIM Kawangkoan Bawah. Malahan di dekatnya berada pula bekas pekuburan Spanyol, dan di depan pintu pastori gereja GMIM Kawangkoan Bawah masih terdapat nisan kubur orang Spanyol. Hingga sampai saat ini masih banyak masyarakat meyakini bahwa didalam benteng tersebut banyak tersimpan sejarah-sejarah kuno, mata uang kuno bahkan emas, percaya atau tidak pintu baja menuju ruang bawah tanah yang diperkirakan menyimpan harta karun di bagian tengahnya serta jalan-jalan ke ruang-ruang lain yang telah tertimbuh reruntuhan dan tanah, sampai saat ini masih tergembok. Upaya demi upaya dari berbagai pihak untuk 'membuka', gembok tersebut namun tidak ada hasilnya “gagal”.  Hingga sampai sebuah tim dari negeri belanda beberapa tahun silam untuk mencoba membukanya, tetapi karena status benteng sebagai cagar budaya tentu saja tidak membuahkan hasil, Menurut seorang sejarawan, jalan-jalan bawah tanah Benteng Portugis ini menembus ke kompleks gereja Sentrum. Tapi pintunya sudah tertutup. Sedangkan dinding-dinding beton Benteng Portugis termasuk Benteng Spanyol telah dibongkar di masa Gubernur Jenderal Herman Daendels (1807 - 1815). Dindingnya dimanfaatkan untuk pembangunann jalan di Amurang, dan pembongkaran paling akhir terjadi pada masa pemerintahan Jepang.

Ditulis Oleh  : Nofly Manopo

Wacana Pembentukan Kota Amurang



Analisis dalam Wacana Pembentukan Kota Amurang
oleh Johny Tarore (warga Masyarakat Amurang, mantan Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Kawanua Amurang)

mendengar wacana pembentukan kota amurang capa deh….., tetapi tunggu dulu tak bisa dipungkiri bahwa pemekaran merupakan euphoria konsekwensi dari undang – undang N0 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah kabupaten/kota, kalau kita kilas balik ke belakang wacana kota amurang memang sudah lama didengungkan oleh Drs Robby sangkoy cs yang didukung para politisi nasional seperti E. E Magindaan dan Berny Tamara tetapi sangat disayangkan pada saat bersamaan kabupaten Minahasa Selatan telah lebih dulu terbentuk yang dipelopori oleh para pejuang seperi E. Rembang, Hengky Rumengan, Berty Setlight, Ir. Andre Umboh,M.Si, Ir. Moody Lelengboto, Royke Paat dan kawan – kawan , sejarah akan mencatat bahwa merekalah sebagai pionir dari Pembentukan Kabupaten Minahasa selatan walaupun hanya sebuah nama .

tetapi pertanyaan sekarang apakah akan terwujud menjadi kota amurang? baru – baru ini sudah di deklarasikan panitia pembentukan kota Amurang, ada orang yang mendengar pasti alergi dengan pemekaran, tetapi wajarlah aspirasi ini merupakan tekad sudah bulat tidak bisa dibendung walaupun ada riak- riak kecil pro dan kontra dalam pemekaran mengenai wacana pembentukan ini ada yang setuju maupun tidak mengutip pernyataan salah satu wakli ketua DPC PDI Mminahasa Selatan Alfrets Rorimpandey ketika kota amurang dimekarkan mau dikemenakan untuk kecamatan tatapaan dan tareran. berarti jawabanya adalah perlu pertimbangan – pertimbangan yang strategis maupun kajiaan – kajian secara rasional dan komperensif maupun mampu menciptakan kondisi kondusif antara masyarakat dan pemerintah, sebelum menguraikan layak tidaklah wacana pembentukan kota amurang, barangkali kita satukan dulu apa Paradigma dari Pemekaran, Tujuan Pemekaran adalah meningkat kesejahteraan masyarakat, pelayanan admnistrasi, terciptanya pemerintahan yang good governance, (salah satu program Pemerintahan Drs. R. Luntungan dan Drs. V. Tulela) menghindari konflik antara sesama warga masyarakat
.
ketika kunjungan menteri dalam negeri di sulawesi utara dalam rangka peresmian kabupaten baru yang dimekar beliau memberikan statement bahwa Pemekaran perlu di evaluasi,di dukung juga pernyataan ketua DPD Ginanjar Kartasasmita mengatakan, pihaknya mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap proses pemekaran wilayah, jadi perlu adanya evaluasi untuk pemekaran(kompas). Presiden Yudhoyono pada saat sidang bersama – sama dengan DPD yang dihadiri wakil presiden menyuruh kepada rakyat unrtuk agar berani menolak pemekaran wilayah yang berorientasi kekuasaan

karena sesuai data (Bapenas) dari tahun 1999 sampai dengan 2007 ada 451 kabupaten/ kota yang sudah dijadikan daerah otonom, sebab menurut Wakli Ketua Komisi DPR RI Priyi Budi Santoso bahwa sebanyak 76 persen daerah baru hasil pemekaran kabupaten/kota tersebut mengalami kemunduran ( declining) , memang fakta ini masih bisa diperdebatkan , namun analisis ini sekaligus memunculkan kembali ingatan kita terhadap kontraversi muncul didalam proses pemekaran daerah yang menjadi satu populer dalam pelaksanaan desentralisasi, . semangat desentralisasi ditafsrkan sebagai bentuk upper down pusat pengelolaan pemerintah daerah , jika bisa diturunkan maka turunlah pusat pemerintahan itu. asas ini yang kemudian menjadi salah satu prinsip dalam implementasi otonomi daerah . namun implementasi tafsir terhadap prinsip itu cenderumg menjadi mendua ( ambivalen). pada suatu sisi berkembang semangat upper down melalui pendekatan inovasi institusi yang mengintensifikasi dan mendiversikasi cara- cara pengelolaan pemerintah termasuk adalah dalam proses pelayaanan untuk masyarakat, pada sisi yang lain berkembang tafsir terhadap prinsip upper down itu dalam bentuk ekstensifikasi pusat – pusat pemerintahan daerah yang baru. asumsinya bahwa untuk mendekatkan diri dengan masyarakat maka pusat pemerintahn itu juga menjadi dekat . asumsi ini lebih fatal ketika menafsirkan makna kedekatan tersebut, sehingga penyimpulannya adalah pembentukan daerah baru. padahal ini didalam konsep administrasi public sesungguhnya mengedepankan kepada aspek dinamika interaksi antar a pemerintah dengan masyarakat yang sebenarnya dapat berinovasi melalui berbagai media perantara, meski berjarak secara geografis namun belum tentu jauh untuk menikmati jasa – jasa public, yang diperlukan sekarang adalah reformasi terhadap birokrasi menjadi lebih antisipatif dan professional melaui penerapan berbagai teknologi kerja yang mampu memberikan pelayanan secara efektif, nah sekarang efektifkah pelayanan pemerintah kabupaten Minahasa Selatan terhadap masyarakat, apakah ada perubahan (change) birokrasi, sudah terwujudkah pemerintahan yang good governance, kalau awaban sudah, pasti kita tidak perlu lagi untuk bicara pemekaran kota amurang, kalau jawabannya tidak, pasti wajar untuk ngetol pembentukan kota amurang.
Sehingga untuk mengcover catatan diatas, layak tidaknya pembentukan kota amurang ada beberapa pendekatan dengan analisis SWOT :
1. Streinght
2. Weakness
3. Opportunyty
4. Threath


Streinght
Menurut undang – undang No 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah kabupaten/kota, menentukan syarat utamanya terbentuk suatu kabupaten/kota. Syarat tersebut terdiri tiga (3) syarat utama:
Syarat Administarasi
Syarat teknis
Syarat Fisik

Syarat Adminsitrasi berupa persetujuan DPRD kabupaten / kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, Persetujuan Provinsi dan Rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Syarat teknis meliputi factor kemampuan ekonomi, potensi daerah, social budaya, social politik, kependudukan, luas daerah, Pertahaanan, Keamanan dan factor pendukung lainnya.
Syarat Fisik meliputi sedikit 5 Kecamatan untuk kabupaten dan 4 Kecamatan untuk pembentukan Kota.dari Syarat Fisik kalau Pembentukan kota amurang terdiri, Amurang Induk,Amurang Timur,Amuarang Barat, Tumpaan.dari segi Sumber Daya Manusia Amuarang telah menghasilkan banyak sarjanan- sarjana yang bertebaran dimana – mana serta bisa diandalkan untuk membangunan tersebut menuju kearah yang lebih baik.dari segi Infrasruktur Pendidikan Amuarang memiliki SMK, SMU bahkan rencananya akan di bangun Perguruan Tinggi.dari Sumber daya laut, Amurang bisa dibangun Pelabuhan bertaraf Internasional dan bisa didirikan objek- objek wisata yang ada di pantai.dari segi Pertanian Amurang mempunyai lahan – lahan pertanian yang besar perlu diberdayakan.

Weakness
Amurang merupakan ibu kota Minahasa Selatan sehingga mengabaikan beberapa kecamatan dalam pelayanan public, kecuali ibu kotanya dipindah, kurangya respon dari Pemerintah Pusat karena Minahasa Selatan baru dimekarkan satu Kabupaten yaitu Minahasa Tenggara.

Opportunity
Kota Amurang dapat bisa di realisasi tetapi sesudah Pemilihan anggota DPR Pusat,Daerah, Kabupaten maupun Pemilihan Presiden dan Wakil Ppresiden, sebab sekarang ini Pemerintah dan DPR RI lagi kosentrasi pada WOC (Sulawesi Utara) bahkan persiapan semua rancangan Undang- Undang.

Threath
Dengan adanya Pemekaran baru, akan membuat tekanan terhadap APBN karena adanya sejumlah dana yang harus ditransfer kepada Pemerintah baru, kondisi ini memberikan pesan kepada pemerintah pusat untuk membuat criteria yang jelas dan tegas dalam menyetujui pemekaran Pemerintah Daerah baru.

Conclusion
Secara Undang – Undang Kota Amurang layak di mekar, tetapi saat ini momennya belum pas nanti sesudah Pemilu 2009 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2010, supaya tidak ada terkesan bahwa wacana Pembentukan Kota Amurang hanyalah sebuah Legitimasi untuk mendapat simpati dari Masyarakat Amurang dalam meraup suara dalam Pemilu 2009, tetapi berjuanglah untuk kepentingan Kesejahteraan dan Peningkatan masyarakat Amurang,

Bermulanya Minahasa di Kenal di Peta Dunia

Amurang pada tahun 1924

Simon Kos, seorang Belanda, pejabat VOC di Ternate pada tahun 1630 memasuki tanah Minahasa dibawah pengaruh Spanyol. Kos melaporkan hasil perjalanannya kepada Batavia yang waktu itu menjadi pusat pemerintahan dibawah kekuasaan persekutuan dagang, ‘Verenigde Oost-Indiesche Compagnie.” Kos melaporkan bahwa Sulawesi Utara cukup potensial, baik lahan maupun posisi letaknya strategis sebagai jalur lintas rempah-rempah dari perairan Maluku menuju Asia-Timur. Lagi pula jalur lintas niaga laut lebih tenang bagi pelayaran kapal-kapal kayu dibanding melalui Laut Cina Selatan. Kos melaporkan bahwa kehadiran Spanyol di Laut Sulawesi hingga perairan Maluku Utara merupakan ancaman bagi kepentingan niaga VOC bila ingin menguasai gudang rempah-rempah kepulauan Maluku.

Laporan Simon Kos mendapat perhatian dari Jan Pieter Zoon Coen, Gubernur-Jendral VOC di Batavia yang ingin mengusir Spanyol dari kepulauan Maluku Utara guna melakukan monopoli. Usaha perluasan pengaruh di Laut Sulawesi memperoleh peluang bagi VOC terjadi disaat penduduk Minahasa berjuang menghadapi kolonialisme Spanyol. Minahasa mengalami rawan sosial, dan wanita setempat menjadi korban pemerkosaan dari para musafir Spanyol.

Masa itu VOC memperoleh dukungan dari pemerintahannya yang dilanda trauma kolonialisme Spanyol di Eropa Utara, termasuk Belanda. Invasi itu menyebabkan Belanda perang kemerdekaan di pertengahan abad ke-16 yang mashur dengan sebutan Perang 80 tahun. Spanyol kalah, dan kekalahannya berlanjut hingga Asia-Timur dan Asia-Tenggara serta kawasan Pasifik Barat-Daya. Selain dengan Spanyol, Belanda juga memusuhi Portugis yang juga menjadi saingannya dalam usaha perluasan koloni. Yang terakhir ini juga berlomba adu pengaruh dengan Spanyol memperebutkan gudang produksi rempah-rempah di Maluku sebelum pembentukan pemerintahan gabungan Portugis-Spanyol pada 1580.
Menado Dalam Peta Dunia

Pengenalan tanah Minahasa oleh bangsa-bangsa Barat diawali dengan kedatangan musafir Spanyol pada 1532. Bermula sejak bandar Malaka didatangi kapal-kapal Portugis pimpinan D'Abulquergue pada 1511 membuka jalur laut menuju gugusan kepulauan Maluku. Jalur ini kemudian baru dimapankan pada 1521. Sebelumnya kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Magelhaens merintis pelayaran dalam usaha tujuan serupa yang dilakukan Portugis. Bedanya jalur ini dilakukan dari ujung benua Amerika-Selatan melintasi samudera Pasifik dan mendarat di kepulauan Sangir Talaud di laut Sulawesi.

Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano.

Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kofi

Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di-bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.

Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate. Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik.
Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi

Sebenarnya kedatangan Portugis ke Minahasa adalah kehendak kesultanan Ternate yang waktu itu berada dibawah kepemimpinan Sultan Hairun yang mengklaim bahwa Sulawesi-Utara sebagai fazal ekonomi kesultanan yang diganggu Spanyol. Sultan Hairun juga menggunakan kekuatan Portugis untuk "menjinakkan" masyarakat "Alifuru" yang tidak ingin tunduk kepada kepemimpinan kesultanan Ternate.

Kedatangan para musafir Portugis diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk setempat, tetapi tidak disenangi Spanyol, karena menjadi saingan. Dilain pihak penduduk setempat tidak menyenangi Spanyol karena sering membuat onar, apalagi merusak sentra-sentra budaya masyarakat pedalaman. Persaingan Spanyol dengan Portugis memuncak hingga Minahasa menjadi ajang konflik. Pertikaian berakhir dan Spanyol memperoleh konsesi di Sulawesi Utara ketika Spanyol dan Portugis menjadi kesatuan dibawah kepemimpinan raja Spanyol pada 1580.
Penetrasi Budaya dan Agama

Minahasa yang semula merupakan tempat persinggahan, oleh Spanyol menjadi pangkalan penting guna menguasai Filipina dan dipusatkan di Manado dan Amurang. Juga dijadikan sebagai pusat logistik bahan-bahan pangan guna menunjang personal mereka di kepulauan Cebu (Filipina) dan Maluku. Hal ini terjadi setelah gudang produksi beras daerah Kali ditepi Danau Tonsawang milik masyarakat "Alifuru" dikuasai Spanyol. Sedangkan gudang beras di Tondano diperolehnya dengan jalan damai. Sebab para walak yang memimpin Tondano dikenal sangat ketat dan memberi perlawanan sengit terhadap penetrasi luar yang merugikan wilayahnya.

Spanyol tidak ingin mengambil risiko untuk berkonfrontasi dengan Tondano agar tidak membahayakan eksistensinya di Laut Sulawesi guna merebut Filipina dibawah kekuasaannya. Untuk itu Spanyol melakukan pendekatan atas dasar persamaan hak dengan para pemuka masyarakat penghuni sekitar tepi danau Tondano.

Persaingan Adi-Kuasa Eropa dikawasan Laut Sulawesi hingga perairan Laut Maluku Utara untuk menguasai kepulauan Maluku penghasil rempah-rempah mulai berkembang sejak awal abad ke-17. Persaingan itu telah mengganggu ketenteraman masyarakat Sulawesi-Utara dari lomba pengaruh yang bermula antara Spanyol dengan Portugis. Posisi Minahasa menonjol sebagai kantong ekonomi terutama sebagai produsen beras oleh berbagai kerajaan diseputar Laut Sulawesi dan Laut Ternate.

Pedalaman Minahasa yang kaya sebagai lumbung beras yang dimiliki masyarakat "Alifuru" diseputar danau Tondano tidak tersentuh oleh penetrasi luar.

Spanyol dan Portugis secara bertahap memperluas pengaruh budaya Hispanik dan menyebarkan agama Katolik di pedalaman tanah Minahasa hingga memungkinkan baginya menguasai pedalaman Sulawesi-Utara.

Penetrasi diplomasi agama dan budaya hingga Spanyol berhasil membentuk dan menguasai jaringan niaga bagi penyaluran hasil produksi komoditi pedalaman Minahasa. Akibatnya tata-niaga penduduk setempat mengalami rasa ketergantungan dari Spanyol. Pendekatan diplomasi budaya dan agama yang berlanjut dengan menguasai tata-niaga perdagangan berkembang menjadi kolonialisme hingga Spanyol tidak disenangi penduduk setempat karena menimbulkan berbagai akibat buruk oleh dominasi ekonomi dan kehidupan sosial dan selama hampir satu abad.
Pertentangan Eropa Selatan-  Eropa Utara di Laut Sulawesi

Keadaan berubah di abad ke-17 ketika Belanda dan Inggris mulai memperlihatkan supremasi di Asia-Tenggara dan perairan Maluku. Sejak itupun Sulawesi Utara menjadi penting bagi VOC yang berkedudukan di Batavia dan ingin memperluas pengaruh hingga Maluku Utara. Sebab kawasan ini sangat strategis untuk mengawasi Laut Sulawesi terhadap ancaman dari utara. Peranan kota Manado sejak pendudukan Spanyol mulai menonjol sebagai pusat logistik bahan pangan, terutama komoditi beras yang dihasilkan pedalaman Minahasa. Kapal-kapal VOC untuk pertama kali memasuki bandar Manado pada 1607 untuk membeli beras dan bahan pangan lainnya yang diperlukan sebagai bekal bagi perjalanan menuju daratan Cina. Namun tidak memperoleh hasil karena larangan Spanyol yang telah menguasai niaga Sulawesi-Utara.

Pada 1607 Gubernur Cornelis Mattelief dari Batavia mengutus Jan Lodewijk Rossingeyn menjalin hubungan niaga, namun ditolak oleh Spanyol. Usaha pendekatan dilanjutkan pada 1610 ketika pimpinan VOC di Batavia mengutus Kapten Verhoeff yang juga gagal. Verhoeff memberi laporan lengkap mengenai potensi yang dimiliki Minahasa hingga menarik minat Batavia untuk menguasai Sulawesi Utara bagi kepentingan keamanan VOC di Maluku.

Pihak VOC mulai melakukan konsolidasi kekuatan untuk merebut Laut Sulawesi dari Spanyol dipusatkan di Ambon. Pertempuran singkat Spanyol-Belanda berkecamuk pada bulan Agustus 1614 dikepulauan Siau dengan kemenangan Belanda. Setelah kekalahan di Siau, Spanyol memusatkan kekuatannya di Manado. Untuk menghadapi serbuan Belanda, dibangun membangun sebuah benteng dipesisir kota itu yang berhadapan dengan pulau Manado Tua.

Kekalahan di Siau menurunkan citra Spanyol di kalangan penduduk sekitar Laut Sulawesi hingga memperlemah posisinya di Maluku-Utara. Tetapi menguntungkan posisi VOC memperluas pengaruh di Maluku-Utara dengan Kesultanan Ternate. Kemenangan gemilang dimungkinkan karena VOC sebelumnya menjalin hubungan persahabatan dengan para pemuka kesultanan pada 1607 yang dendam terhadap Spanyol. Hal ini terjadi karena Spanyol menangkap Sultan Sahid Berkat dan diasingkan ke Manila. Pihak kesultanan Ternate mendekati Belanda sebagai pengimbang menghadapi kekuatan Spanyol. Jaminan keamanan dari VOC diperoleh Ternate ketika putera Sahid, Sultan Modafar diangkat menduduki singgasana kepemimpinan pada 1610 tanpa gangguan Spanyol.
Diplomasi Minahasa

Kehadiran Belanda dan Inggris sebagai Adi-Kuasa di perairan Maluku memberi angin bagi para walak tanah Minahasa untuk mengusir Spanyol dari Minahasa dengan melakukan pendekatan kepada pihak Belanda yang telah menguasai Ternate setelah berhasil menyingkirkan kekuatan Portugis diperairan Maluku. Pendekatan terjadi ketika tiga kepala walak masing-masing: Supit, Paat‚ dan Lontoh‚ melakukan misi diplomasi dan berhasil menemui perwakilan VOC di Ternate pada 1630. Sebelum memerangi Spanyol, pihak VOC mendekati Inggris untuk tidak mencampuri. Karena Inggris juga memiliki pengaruh dibeberapa kepulauan Maluku dan hubungan antara Belanda dengan Inggris cukup akrab karena sama-sama memusuhi Spanyol dan Portugis saling berlomba melakukan perluasan pengaruh di kawasan Asia-Pasifik.

Inggris sepakat membiarkan Belanda mengusir Spanyol dari Sulawesi-Utara terutama dari tanah Minahasa. Pada awal abad ke-17 Inggris dan Belanda saling bahu membahu melakukan pengembangan usaha menuju Asia-Tenggara sebagai hasil solidaritas mengusir penjajahan Spanyol dari Eropa Utara. Pengembangan East India Company yang didirikan oleh Inggris tidak beda dengan VOC. Perluasan persekutuan dagang Belanda dan Inggris sempat dihambat oleh Spanyol dan Portugis yang merupakan saingan. Namun kedua negeri Hispanik ini tidak berdaya membendung kekuatan armada laut asal Eropa-Utara ini, hingga kehilangan pengaruh di Maluku. Tetapi jalinan hubungan akrab Belanda-Inggris tidak abadi dan berakhir dengan konfrontasi akibat penyakit monopoli menguasai rempah-rempah. Persaingan serupa juga dialami antara Spanyol dengan Portugis hingga sejak abad ke-17 kawasan Asia-Tenggara menjadi lomba konflik para Adi-Kuasa asal Eropa.

Usaha para walak membawa hasil memupuskan kekuasaan Spanyol di tanah Minahasa. Spanyol kehilangan dominasi terhadap Laut Sulawesi antara penguasa Spanyol dengan Belanda di Eropa melalui Perjanjian Munster ‚ pada tahun 1648.
Sengketa Belanda-Spanyol di Minahasa

Pengaruh VOC di Sulawesi Utara tidak disenangi Spanyol. Sebab Spanyol telah menanamkan modal dengan pengembangan berbagai komoditi pertanian ekspor seperti kofi, pisang dan kopra di Sulawesi-Utara. Komoditi ini merupakan potensi niaga dengan Asia-Timur, terutama daratan Cina. Untuk itu dikirim Bartholomeus de Soisa dari Filipina mempertahankan posisi Sulawesi-Utara terutama tempat penghuni masyarakat Minahasa. Spanyol menduduki daerah Uwuran dan beberapa tempat dipesisir pantai pada 1651 dengan bantuan prajurit asal Makassar. Karena yang terakhir ini mengklaim Sulawesi-Utara sebagai bagian dari wilayah kesultanan Makassar. Pendudukan ini menimbulkan reaksi Belanda di Ternate. Dibawah pimpinan Simon Kos, pada akhir 1655 kekuatan Belanda mendarat di muara sungai dan langsung membangun benteng.

Pembangunan Benteng ‘De_Nederlandsche_Vastigheit‚’ dari kayu-kayu balok sempat menjadi sengketa sengit antara Spanyol dengan Belanda. Kos berhasil meyakinkan pemerintahannya di Batavia bahwa pembangunan benteng sangat penting untuk mempertahankan posisi Belanda di Laut Sulawesi. Dengan menguasai Laut Sulawesi akan mengamankan posisi Belanda di Maluku dari Spanyol.

Setelah memperoleh dukungan sepenuhnya dari Batavia, Kos berlayar menuju Manado disertai dua kapal perang Belanda, Molucco dan Diamant pada awal 1661 dari Ternate. Kekuatan ini mengalahkan Spanyol dan Makassar hingga di Manado hingga Amurang pada bulan Februari 1661. Belanda memapankan pengaruhnya di Sulawesi-Utara dan merubah benteng semula dengan bangunan permanen dari beton. Benteng ini memperoleh nama baru, ‘Ford Amsterdam‚’ dan diresmikan oleh Gubernur VOC dari Ternate, [1]Cornelis Francx‚ pada 14 Juli 1673 (Benteng terletak dikota Manado dibongkar oleh Walikota Manado pada 1949 - 1950). Sejak saat itu Spanyol memusatkan koloninya di Filipina sebagai basis kepentingan ekonomi di Asia-Timur. Kolonialisme Spanyol di Filipina berakhir dan diserahkan Amerika Serikat pada 1896 akibat kalah dalam perang AS-Spanyol pantai Barat Amerika-Utara.

Diplomasi para walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan mempengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut mempengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.

Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.

Pergeseran pengaruh kekuasaan dari Spanyol kepada Belanda telah merubah sistem tata-niaga dimana komoditi Sulawesi-Utara tidak dapat berhubungan langsung dengan berbagai pasaran dipaparan Pasifik. Jaringan niaga Laut Sulawesi di Asia-Timur dan rintisan jalur niaga Pasifik yang menghubungkan kawasan ini dengan daratan benua Amerika oleh Spanyol praktis tertutup. Semua komiditi ekspor ekonomi penduduk Sulawesi-Utara dikendalikan melulu dari Batavia diciptakan sejak zaman VOC dilanjutkan oleh pemerintahan Hindia-Belanda sebagai penguasa tunggal terhadap imperium kolonial terbesarnya di Asia-Tenggara.

Namun tekanan ini menimbulkan motivasi tersendiri bagi masyarakat Minahasa mempertahankan eksistensi keberadaannya dengan pengembangan diplomasi seperti yang dilakukan para Walak Minahasa dalam cara menghadapi kolonialisme Barat.

Terlepas dari penderitaan yang dialami Minahasa dari penjajahan baik Spanyol maupun Portugis, namun hikmah dari kolonialisme Eropa hingga Minahasa mengenal pengetahuan westernisasi. Pengetahuan ini dijadikan sebagai senjata penangkal terhadap penetrasi kolonialisme Barat dengan menggunakan pengetahuan Barat.
Bermulanya Pertentangan VOC Dengan Pemerintah Belanda

Ternyata penyakit lomba monopoli menjadi penyebab hingga dampak dari perang 80 tahun di Eropa-Utara oleh rumpun Hispanik berkembang di Asia-Timur dan Tenggara dan masing-masing saling berlaga lomba adu pengaruh. Walau satu benua, tetapi masing-masing memiliki persepsi saling berbeda agama. Pengaruh reformasi agama di Eropa-Utara hingga perbedaan dengan Eropa-Selatan turut berperan. Hal ini terlihat dari gaya terapan kolonialisme "Pax Europeana" dikawasan ini, yang mana masing-masing memiliki caranya sendiri. Begitu pula dalam pengembangan unsur agama dan penyebaran Kristenisasi diberbagai koloni. Koloni-koloni Spanyol dan Portugis dialiri pengembangan Jesuitisme, sedangkan Belanda dan Jerman mengembangkan Protestantisme.

Di Minahasa mulanya berkembang Katolik pada era [1]Conquistadores‚ antara Spanyol dan Portugis yang pernah membagi peta bumi dalam dua bagian dan memperoleh titik temunya di perairan Halmahera. Kekalahan Spanyol dan Portugis dari Belanda digugusan nusantara (kecuali Filipina dan kepulauan Nusa Tenggara-Timur dan Timor-Timur) dan Pasifik Barat-Daya (penyerahan Irian dari Spanyol kepada Jerman) posisi geografi kolonialisme Eropa mengalami perubahan sejak abad ke-19. Asia-Tenggara, Laut Sulawesi, Maluku hingga Pasifik Barat-Daya bebas dari kolonialisme Spanyol dikuasai Belanda, Amerika-Serikat dan Jerman (hingga 1918).

Mulanya VOC menghendaki gugusan Nusantara melulu menjadi garapan ekonomi sesuai fungsi dari [1]Hak Oktroi‚ yang diperolehnya ketika lembaga ini didirikan pada tahun 1602 melalui persetujuan Staten-General.‚ VOC langsung berada dibawah pengawasan dari ‘Heren Zeventien,’ yang menempatkan wakil dari masing-masing provinsi di Belanda menanam modal terwujudnya usaha dagang sekaligus penunjang ekonomi di negeri Belanda yang dibentuk awal abad ke-17 di Amsterdam. Namun pertentangan berkembang ketika ‘Staten-General‚’ yang merupakan lembaga eksekutif tertinggi Belanda pada 1617 memutuskan melakukan pengembangan Kristenisasi diberbagai wilayah yang dikuasai VOC. Hal ini dilakukan guna mengimbangi Spanyol dan Portugis yang ketika itu mengembangkan agama Katolik diberbagai koloninya di Asia-Timur hingga Pasifik. Pengembangan agama dilakukan dengan dibangunnya berbagai sarana pendidikan Kristen dan gereja. Hadirnya pengembangan agama Kristen yang dikehendaki oleh pihak Staten-General tidak disenangi VOC yang ternyata memiliki persepsi sendiri dalam cara mengembangkan kekuasaannya terhadap imperium terbesarnya digugusan kepulauan nusantara.

Oleh: Harry Kawilarang